What is Cybercrime ?

Contoh dari Cybercrime adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.

Kupas Sejarah Cybercrime

Cyber crime terjadi bermula dari kegiatan hacking yang telah ada lebih dari satu abad. Pada tahun 1870-an, beberapa remaja telah....

Apa itu CyberLaw ?

Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi....

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Papan-Batu

Info Gadget Up-to-Date

Sabtu, 31 Mei 2014

Liquid Leap, Wearable Gadget Pertama dari Acer

Jakarta - Acer sebelumnya sudah pernah mengemukakan rencananya terjun di pasar wearable gadget. Kini, saatnya wearable gadget pertamanya mulai unjuk gigi.

Di ajang Computex 2014, Acer memamerkan Liquid Leap. Gelang digital ini kabarnya akan dikapalkan bersama smartphone terbaru Acer Liquid Jade Android mulai kuartal ketiga.

Liquid Leap tampak lebih mirip seperti fitness tracker ketimbang smartwatch. Acer sendiri memang mengatakan bahwa perangkatnya ini berfungsi untuk mencatat aktivitas si pengguna, antara lain berapa langkah kaki dalam sehari, jarak berlari, jumlah kalori yang terbakar dan siklus tidur.

Fitur tambahan yang mungkin tidak ada pada fitness tracker pada umumnya mungkin adalah fungsi notifikasi panggilan masuk dan SMS, kontrol musik yang biasanya ada di smartwatch.

Seperti dikutip dari Ubergizmo, Minggu (1/6/2014), perangkat tahan air ini akan hadir dengan lima pilihan warna, yakni Moonstone White, Mineral Black, Aquamarine, Fragrant Pink dan Vivid Orange.

Mengingat Acer tak terlalu sukses di pasar mobile device, wearable gadget yang satu ini mungkin akan membantunya bersinar. Apalagi jika benar Acer berniat membuatnya satu paket penjualan dengan smartphonenya. (rns/rns) 



Sumber : detik.com

Minggu, 18 Mei 2014

SPEECH COMPOSSING

SIAPA pernah membayangkan dialog amarah Arya Wiguna bisa menjadi lagu? Kata-kata Demi Tuhan yang diucapkan penuh emosi itu mampu diubah menjadi ucapan harmoni diiringi musik techno lewat karya Eka Gustiwana. Pria 24 tahun tersebut sekarang sedang menjadi bintang di YouTube berkat teknik speech composing. 



Speech Composing adalah teknik mengedit atau memanipulasi suara dan gambar/video untuk menjadi sesuatu bahan yang baru. Hal ini dimanfaatkan oleh salah satu speech composer yaitu, Eka Gustiwana.


Salah Satu Karya Eka Gustiwana
 

Speech composing sedang menjadi topik pembicaraan. Itu semua berkat ’’keisengan’’ Eka Gustiwana. Selain Arya, Eka mengunggah video lagu BBM Campuran dari aksi Jeremy Teti saat membawakan program berita Liputan 6 Malam. Eka pun menjadi perhatian.

’’Kaget ya pastinya. Saya ini musisi biasa yang berkarya. Tiba-tiba karyanya bisa diketahui orang se-Indonesia. Seneng juga. Jadi terpompa untuk makin kreatif,’’ ungkap Eka.

Dua official video itu hingga tadi malam telah disaksikan lebih dari 5 juta kali. Meski begitu, Eka tidak mau disebut bahwa speech composing jadi terkenal gara-gara dirinya. Di luar negeri, bikin lagu dari ucapan seseorang seperti itu ada sejak dulu. Di Indonesia pun, dia yakin, banyak orang yang bisa melakukan itu.

Kalau sekarang jadi booming, kata Eka, itu semua tidak lepas dari sosok yang ucapannya dia gunakan dalam lagu, yaitu Arya Wiguna dan Jeremy Teti. Dua orang tersebut, menurut Eka, memiliki faktor X yang bikin orang suka dan benci. ’’Di situlah keunikannya. Justru jadi atensi orang kan?’’ katanya ketika ditemui di FX Lifestyle X’nter Jakarta.


Sekarang ini efek video Arya Wiguna dan Jeremy Teti itu sangat besar. Eka jadi sering diundang dalam acara-acara talk show di televisi. Namun, dengan tegas dia mengatakan bahwa itu tidak akan menjadi fokusnya.

Saat ini mungkin masih banyak orang yang tertarik menikmati speech composing. Bagi dirinya, tidak masalah membuat beberapa karya lagi. Tapi, tentu tidak akan selamanya dia menekuni profesi speech composer.

’’Hati saya nggak ke sana sih. Saya memang suka berkreasi. Cuma, kalau belum bikin album, itu belum bisa jadi musisi. Sebagai musisi, saya harus bisa produksi. At least bikin single atau apa. Kalau speech composing menurut saya, asal punya software-nya, semua orang pasti bisa,’’ ucap sulung dua bersaudara tersebut merendah.

Perjalanan Eka menjadi musisi dimulai pada 2007. Lulus SMA Darma Satria Jakarta, dia memilih tidak melanjutkan kuliah dan mencari penghasilan dari musik. ’’Lulus SMA coba cari penghasilan dari musik, biar nggak minta orang tua lagi. Jadi, saya nggak kuliah,’’ ungkapnya lalu tersenyum.

Awalnya, orang tua kurang mendukung. Mereka berpikir, profesi musisi tidak bisa diandalkan. ’’Bayangan mereka, nggak ada masa depannya,’’ lanjutnya.

Namun, Eka bulat dengan pilihannya. Dia menunjukkan bisa hidup dari bermusik. ’’Saya kerja keras. Kerja pintar. Konsisten. Fokus. Ternyata bisa sampai sekarang,’’ tegasnya.

Eka main musik dari kafe ke kafe. Dia juga sempat mengajar di beberapa tempat. Apa pun yang bisa menghasilkan dia kerjakan. Dia juga kerap mengikuti lomba musik dan membuat jingle. ’’Pokoknya fight mati-matian deh,’’ sambungnya.

Hasilnya, dia sering menjuarai lomba-lomba itu. Pada 2010, Eka menjadi juara I bikin jingle Dufan. Setahun kemudian, dia kembali meraih juara I menciptakan mars kereta api yang diadakan PT KAI. Tahun lalu Eka menjadi juara II lomba cipta jingle Bank ICBC.


Sebagian penghasilan yang didapat dari bermain musik ditabung, lalu dibelikan perangkat komputer. Jika ada penghasilan lagi, dibelikan alat musik. ’’Sekarang saya sudah punya studio sendiri di rumah. Memang belum mampu beli ruko. Tapi, rumah sudah saya desain seperti studio. Layak pakai lah,’’ ucapnya.

Dari studio itulah karya-karya Eka diciptakan. Termasuk speech composing Arya Wiguna dan Jeremy Teti. ’’Itu kerjaan iseng-iseng saja yang ternyata banyak yang lihat,’’ ungkapnya.

Di luar itu, karya Eka sudah dibawakan penyanyi Nikita Willy dan Maudy Ayunda. Lagu Ku Tetap Menanti yang dinyanyikan Nikita Willy adalah karya Eka. Itulah kali pertama lagunya dinyanyikan artis. ’’Itu lagu pertama saya yang dinyanyikan artis. Kalau bikin lagu sih itu bukan yang pertama. Saya sejak dulu rutin bikin lagu buat band saya,’’ ujarnya.







 Sumber : JPNN.com
 

Nokia Investasi USD100 Juta untuk Mobil Masa Depan




HELSINKI -  Nokia sedang melakukan penelitian dan pengembangan untuk mobil yang dapat berjalan tanpa pengemudi (self-driving) dengan menggandeng Marcedez Bens sebagai partner.

Tidak main main, melalui Mercedes Benz E-Class sebagai kendaraan yang diuji coba, perusahaan yang berasal dari Finlandia ini menggelontorkan dana sebesar USD100 juta untuk mewujudkan ambisi tersebut.

Dilansir melalui Ubergizmo, Minggu (18/5/2014), Berdasarkan informasi yang didapatkan melalui blog HERE milik nokia, menjelaskan bahwa mobil ini memiliki kamera streoscopic yang memiliki pandangan 360 derajat di sekitar kendaraan. Juga ditambah kontrol cerdas yang tidak hanya dapat mengindentifikasi kendaraan lain, tetapi juga pejalan kaki dan hambatan lainnya.

Informasi juga menyebutkan, sistem ini mampu memproses data untuk membuat prediksi. “Kendaraan canggih ini mampu memprediksi apa yang akan terjadi di sekitarnya dan membantu pengemudi menghindari kecelakaan, serta dapat membuat mobil berhenti secara otomatis sebelum benturan terjadi,” seperti dikutip laman HERE.

“Kendaraan otomatis akan mengubah cara kita hidup dan bekerja, mengantarkan era baru mobilitas personal," kata Ogi Redzic Vice Presiden dari Connected Driving.

Sumber : techno.okezone.com

Haruskah Perusahaan Awasi Kegiatan Media Sosial Karyawan?


REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dampak media sosial makin terasa di lingkungan perusahaan. Kegiatan pekerja di sosial media bisa dianggap mewakili kepribadian si karyawan. Namun, siapa yang bisa menjamin hal tersebut benar?

Dikutip dari The Wall Street Journal (WSJ), Selasa (13/5), menyebutkan bahwa kasus ini telah menjadi perdebatan di lingkungan pekerjaan. Laporan Gartner.Incmenunjukkan pada tahun 2012 sebanyak 60 persen korporasi telah mempunyai akses memonitor aktivitas maya karyawannya.

Termasuk dari yang dimonitor adalah waktu mengunduh media sosial, yang seringnya dikerjakan ketika jam kerja. Perekrut juga banyak menggunakan sistem ini untuk menyeleksi calon karyawan.

Sementera itu, survei CareerBuilder.com tahun 2013 menujukkan bahwa 39 persen pengusaha mencari kandidat lewat media sosial. Lalu 43 persen mengatakan bahwa mereka menemukan perilaku tidak menyenangkan-seperti memaki bos di sosial media karyawan.
Hasil survei lain menunjukkan bahwa 19 persen perusahaan mengaku mencuri informasi tentang kandidat incaran lewat media sosial.

Sumber : berita.plasa.msn.com

Trademark (Hak Merk) ?


Trademark adalah kata, nama, simbol, atau perangkat yang digunakan dalam dunia perdagangan untuk menunjukkan sumber dari barang tersebut dan membedakannya dari barang orang lain.

Trademark bisa digunakan untuk melindungi agar orang lain tidak menggunakan merek yang sama dalam sebuah barang, tetapi tidak mencegah orang lain untuk membuat atau menjual barang yang sama dengan merek yang jelas berbeda.

Jenis-jenis Merk

Merk Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

Merk Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

Merk Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

sumber :   dgip.go.id
                 pusatgratis.com



Rabu, 30 April 2014

Pencemaran Nama Baik Pada Hukum Indonesia



Pengertian Pencemaran Nama baik
Sampai saat ini belum ada definisi  hukum di Indonesia yang tepat dan jelas tentang apa yang disebut pencemaran nama baik. Menurut frase (bahasa Inggris), pencemaran nama baik diartikan sebagai defamation, slander, libel yang dalam bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi  pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis) adalah  oral defamation (fitnah secara  lisan) sedangkan  libel adalah written defamation (fitnah secara tertulis). Dalam bahasa Indonesia sendiri hingga kini belum ada istilah untuk membedakan antara slander dan libel.

Pencemaran Nama Baik Menurut Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Meskipun masih dalam suatu proses perdebatan, ketentuan-ketentuan tentang penghinaan  yang terdapat dalam Bab XVI, Buku II KUHP dianggap masih sangat relevan.  Penghinaan atau  defamation  secara harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang.
Perkembangan awal pengaturan tentang hal ini telah dikenal sejak era 500 SM pada rumusan “twelve tables” di era Romawi kuno. Akan tetapi, pada saat itu ketentuan ini seringkali digunakan sebagai alat pengukuhan kekuasaan otoritarian dengan hukuman-hukuman yang sangat kejam. Hingga, pada era Kekaisaran Agustinus (63 SM) peradilan kasus  defamation (lebih sering disebut  libelli famosi) terus meningkat secara  signifikan. Dan, penggunaan aturan ini kemudian secara turun-temurun diwariskan pada beberapa  sistem hukum di negara-negara lain, termasuk Inggris dalam lingkungan  Common Law, serta Prancis sebagai salah satu negara penting pada sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law).
Di Indonesia, pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dominan merupakan duplikasi Wetboek van Strafrecht voor Netherland Indie yang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda (W.v.S). KUHP Belanda yang diberlakukan sejak 1 September 1886 itu pun merupakan kitab undang-undang yang cenderung meniru pandangan Code Penal-Prancis yang sangat banyak dipengaruhi sistem  hukum Romawi. Secara sederhana, dapat dikatakan terdapat sebuah jembatan sejarah antara ketentuan tentang penghinaan yang diatur dalam KUHP Indonesia dengan perkembangan historis awal tentang libelli famosi di masa Romawi Kuno.
Dalam KUHP pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan/penistaan terhadap seseorang yang terdapat dalam Bab XVI, Buku I KUHP khususnya pada Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317 dan Pasal 318 KUHP. Pasal Pidana terhadap perbuatan penghinaan terhadap seseorang, secara umum diatur dalam Pasal 310, Pasal 311 ayat (1), Pasal 315, Pasal 317 ayat (1) dan Pasal 318 ayat (1) KUHP yang menyebutkan :

Pasal 310
(1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.
(2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan  tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.
(3) Tidak termasuk menista  atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa sipembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri.

Pasal 311 ayat (1)
Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Pasal 315
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja  yang tidak bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.

Pasal 317 ayat (1)
Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Pasal 318 ayat (1)
Barangsiapa dengan sengaja dengan melakukan sesuatu perbuatan, menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka dihukum karena tuduhan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan “menghina”, yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang” dimana yang diserang biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksuil.

Menurut R. Soesilo, penghinaan dalam KUHP ada 6 macam yaitu :
1.  menista secara lisan (smaad);
2.  menista dengan surat/tertulis (smaadschrift);
3.  memfitnah (laster);
4.  penghinaan ringan (eenvoudige belediging);
5.  mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht);
6.  tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking)

Semua penghinaan di atas hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita/dinista/dihina (dalam hukum pidana dikenal dengan istilah delik aduan), kecuali bila penghinaan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalankan pekerjaannya secara sah dimana untuk hal ini pada dasarnya tidak diperlukan atau dibutuhak aduan dari korbannya.
Obyek dari penghinaan tersebut harus  manusia perseorangan, maksudnya bukan instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, segolongan penduduk dan lain-lain.  Bila obyeknya bukan perseorangan, maka dikenakan pasal-pasal khusus seperti : Pasal 134 dan Pasal 137 KUHP (penghinaan pada Presiden atau Wakil Presiden) yang telah dihapuskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, serta Pasal 207 dan Pasal 208 KUHP (penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia).
Berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHP, penghinaan yang dapat dipidana harus dilakukan dengan  cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu”, dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzinah, dan sebagainya. Perbuatan tersebut cukup perbuatan  biasa, yang sudah tentu merupakan perbuatan yang memalukan, misalnya menuduh bahwa seseorang telah berselingkuh. Dalam hal ini bukan perbuatan yang boleh dihukum, akan tetapi cukup memalukan bagi yang berkepentingan bila diumumkan. Tuduhan tersebut harus dilakukan dengan lisan, apabila dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka penghinaan itu dinamakan “menista/menghina dengan surat (secara tertulis)”, dan dapat dikenakan Pasal 310 ayat (2) KUHP.
Penghinaan menurut Pasal 310 ayat (1) dan (2) diatas dapat dikecualikan (tidak dapat dihukum) apabila tuduhan atau penghinaan itu dilakukan untuk membela “kepentingan umum” atau terpaksa untuk “membela diri”. Patut atau tidaknya pembelaan kepentingan umum dan pembelaan diri yang diajukan oleh tersangka terletak pada pertimbangan hakim.
Untuk kejahatan memfitnah menurut Pasal 311 KUHP, tidak perlu dilakukan dimuka umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa ada maksud untuk menyiarkan tuduhan tersebut. Jika penghinaan itu berupa suatu pengaduan yang berisi fitnah yang ditujukan kepada Pembesar/pejabat yang berwajib, maka dapat dikenakan pidana Pasal 317 KUHP.
Menurut Prof. Muladi, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro bahwa yang bisa melaporkan pencemaran nama baik seperti yang tercantum dalam Pasal 310 dan 311 KUHP adalah pihak yang diserang kehormatannya, direndahkan martabatnya, sehingga namanya menjadi tercela di depan umum. Namun, tetap ada pembelaan bagi pihak yang dituduh melakukan pencemaran  nama baik apabila menyampaikan suatu informasi ke publik. Pertama, penyampaian informasi itu ditujukan Kedua, untuk membela diri. Ketiga, untuk mengungkapkan kebenaran. Sehingga orang yang menyampaikan informasi, secaralisan ataupun tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tujuannya itu benar. Kalau tidak bisa membuktikan kebenarannya, itu namanya penistaan atau fitnah.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Pasal-pasal dalam Bab XVI Buku I KUHP tersebut hanya mengatur penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap seseorang (perseorangan/individu),  sedangkan penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, atau  segolongan penduduk, maka diatur dalam pasal-pasal khusus, yaitu :
1.      Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 134 dan Pasal 137 KUHP), pasal-pasal ini telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi;
2.      Penghinaan terhadap kepala negara asing (Pasal 142 dan Pasal 143 KUHP);
3.      Penghinaan terhadap segolongan penduduk/kelompok/organisasi (Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP);
4.      Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP);
5.      Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia (Pasal 207 dan Pasal 208 KUHP).
      Selain sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), berkaitan dengan “pencemaran nama baik” juga diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam UU No. 32 Tahun 2002, Pasal 36 ayat (5) menyebutkan bahwa :
“Isi siaran dilarang : 
a.      bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; 
b.      menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau 
c.       mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.” 

Sedangkan dalam UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat (3) yang menyebutkan :
 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”


Sumber :  lnassociates.com 

                  Wikipedia.org

Hak Cipta (Copy Right)


Sering sekali kita mendengar kata hak cipta, apa hak cipta itu ?
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisidrama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis
(taribalet, dan sebagainya), komposisi musikrekamansuaralukisangambar,patungfoto
perangkat lunak komputersiaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Sejarah Hak Cipta Di Indonesia

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Untuk UU hak cipta silahkan klik link di bawah ini:

referensi : wikipedia.org
                  kemenkumham.go.id
                 dgip.go.id


Selasa, 29 April 2014

Hate Speech (Fitnah, Penistaan, dan Penghinaan ) ?



Apa Itu Fitnah,Penistaan ? 

Merupakan komunikasi kepada satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan
stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta palsu yang dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang. Kata "fitnah" diserap dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya adalah "cobaan" atau "ujian".
Hal terkait fitnah adalah pengumuman fakta yang bersifat pribadi kepada publik, yang muncul ketika seseorang mengungkapkan informasi yang bukan masalah umum, dan hal tersebut bersifat menyerang pribadi yang bersangkutan.
Hukum penjelasan palsu "terutama ditujukan untuk melindungi kesejahteraan  mental 
atau emosional penuntut". Jika publikasi informasi itu palsu, terjadilah kesalahan berupa fitnah. Jika komunikasi itu tidak salah secara teknis namun menyesatkan, kesalahan berupa penjelasan palsu bisa terjadi.

Penghinaan
Berdasarkan terjemahan WvS (Wetboek van Straftrecht) versi dari Tim Penerjemah BPHN, Tahun 1988, maka terjemahan Pasal 310 ayat (1) WvS berbunyi Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 310 ayat (2) menurut terjemahan WvS versi  Tim Penerjemah BPHN, Tahun 1988 adalah jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Ada beberapa unsur yang harus dicermati dalam Pasal 310 ayat (1) yaitu: Unsur kesengajaan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dan unsur maksud untuk diketahui umum. Sementara unsur tambahan dalam Pasal 310 ayat (2) adalah unsurdilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum.

Dalam doktrin tindak pidana penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 WvS (KUHP) maka badan hukum privat tidak bisa menggunakan ketentuan ini, namun bisa menggunakan ketentuan dalam Pasal 1372 BW (KUHPerdata).

Untuk informasi lebih lanjut, doktrin hukum tentang penghinaan di Indonesia tidak memisahkan antara opini dengan fakta dan juga tidak mempertimbangkan sama sekali kebenaran sebuah fakta. Asalkan sebuah pernyataan dianggap menghina oleh korban, maka unsur kesengajaan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal sudah dapat terpenuhi. Selain itu, berdasarkan pendapat MA melalui putusan No. 37 K/Kr/1957 tertanggal 21 Desember 1957 yang menyatakan bahwa tidak diperlukan adanya animus injuriandi (niat kesengajaan untuk menghina).

Menurut Satrio, unsur kesengajaan bisa ditafsirkan dari perbuatan atau sikap yang dianggap sebagai perwujudan dari adanya kehendak untuk menghina in casu penyebarluasan dari pernyataan yang menyerang nama baik dan kehormatan orang lain. Hal yang menarik dari unsur kesengajaan ini adalah tindakan mengirimkan surat kepada instansi resmi yang isinya menyerang nama baik dan kehormatan orang lain sudah diterima sebagai bukti adanya unsur kesengajaan untuk menghina.

sumber : wikipedia.org
           hukumonline.com





Prinsip Kehati-hatian (Duty care)


Bagaimana ketentuan PPAP bisa berimplikasi terhadap  kehati-hatian bank?

  • Keharusan membentuk PPAP sesuai kualitas aktiva produktif (kolektibilitas), semakin jelek kualitas aktiva produktifnya semakin besar PPAP yang harus dibentuk.
  • Setiap pembentukan PPAP akan menimbulkan beban PPAP yang secara langsung akan mengurangi laba bank atau bahkan berbalik menjadi kerugian apabila beban bank lebih besar dari pada pendapatan bank, sehingga dengan demikian bank akan selalu berusaha menjaga kualitas aktiva produktifnya, termasuk mendapatkan jaminan berupa agunan yang bernilai tinggi.

BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)

BMPK adalah persentase maksimal realisasi penyediaan dana terhadap modal BPR yang mencakup kredit dan penempatan dana BPR di bank lain, kecuali giro.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/13/PBI/2009 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR
  1. Pelanggaran BMPK yaitu selisih lebih persentase penyediaan dana pada saat direalisasikan terhadap modal BPR dengan persentase BMPK.
  2. Pelampauan BMPK yaitu selisih antara persentase penyediaan dana yang telah direalisasikan terhadap modal BPR pada saat tanggal laporan dengan persentase BMPK, dan penyediaan dana tersebut tidak melanggar BMPK pada saat direalisasikan.
  3. BPR dilarang membuat perjanjian kredit yang dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK.
  4. BPR dilarang memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK.
  5. Penyediaan dana kepada pihak terkait ditetapkan paling tinggi 10% dari modal BPR.
  6. Penyediaan Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank kepada BPR lain yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR.
  7. Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR.
  8. Penyediaan dana dalam bentuk kredit kepada 1 (satu) kelompok peminjam pihak tidak terkait ditetapkan paling tinggi 30% dari Modal BPR.
  9. BMPK dihitung berdasarkan baki debet kredit.
  10. BPR wajib menyusun action plan penyelesaian pelanggaran dan/ atau pelampauan BMPK.
  11. Action plan wajib memuat paling kurang langkah-langkah untuk penyelesaian pelanggaran dan/atau pelampauan BMPK serta target waktu penyelesaian.
  12. Target waktu penyelesaian pelanggaran BMPK paling lambat dalam jangka waktu 3 bulan sejak action plan disampaikan kepada BI.
  13. Target waktu penyelesaian pelampauan BMPK akibat penurunan modal, penggabungan usaha, peleburan usaha, pengambilalihan usaha, perubahan struktur kepemilikan dan/atau kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam, paling lambat 6 bulan sejak action plan disampaikan kpd BI atau sampai dengan kredit jatuh tempo.
  14. Target waktu penyelesaian pelampauan BMPK akibat perubahan ketentuan, paling lambat 12 bulan sejak action plan disampaikan kepada BI atau sampai dengan kredit jatuh tempo.
  15. Ketentuan BMPK dikecualikan untuk:
    1. Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum, termasuk Bank Umum yang memenuhi kriteria Pihak Terkait;
    2. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh:
      1. Agunan dalam bentuk agunan tunai berupa deposito atau tabungan di BPR;
      2. Emas dan/atau logam mulia; dan/atau
      3. Sertifikat Bank Indonesia,
        sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
        1. agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan/penjualan yang tidak dapat dibatalkan dari pemilik agunan untuk keuntungan BPR penerima agunan, termasuk pencairan/penjualan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok/bunga;
        2. jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana; dan
        3. untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2), disimpan atau ditatausahakan pada BPR yang bersangkutan.
    3. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia secara langsung maupun melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
      1. jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable);
      2. harus dapat dicairkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak klaim diajukan, termasuk pencairan sebagian; dan
      3. mempunyai jangka waktu penjaminan paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana.
    4. Bagian Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain sepanjang memenuhi persyaratan:
      1. Terdapat kesepakatan antar BPR yang menempatkan dananya dengan BPR lain yang menerima penempatan dana;
      2. Dalam rangka menanggulangi kesulitan likuiditas BPR; dan
      3. Bagian Penempatan Dana dimaksud:
        1. merupakan simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan oleh BPR pada BPR lain sesuai kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1); atau
        2. berasal dari simpanan/iuran/porsi dana dari BPR-BPR yang ditujukan untuk menanggulangi kesulitan likuiditas masing-masing BPR.
  16. Kredit kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pegawai BPR yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan serta dibayar kembali dari pendapatan yang diperoleh dari BPR yang bersangkutan dikecualikan sebagai pemberian Kredit kepada Pihak Terkait.
PIHAK TERKAIT:
a)    Pemegang saham yg memiliki saham 10% atau lebih dari modal disetor;
b)   Anggota Dewan Komisaris;
c)    Anggota Direksi;
d)    Pihak yg mempunyai hubungan keluarga s.d. derajat kedua, baik horisontal maupun vertikal dg pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c;
e)    Pejabat Eksekutif;
f)     Perusahaan-perusahaan bukan Bank yg dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yg kepemilikannya baik individual maupun keseluruhan sebesar 25% atau lebih dari modal disetor perusahaan;
g)    BPR lain yang dimiliki sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yg kepemilikannya secara individual sebesar 10% atau lebih dari modal disetor BPR lain tersebut;
h)    BPR lain yang:
1)     Anggota Dewan Komisarisnya merupakan anggota Dewan Komisaris BPR; dan
2)     Rangkap jabatan pada BPR lain dimaksud merupakan 50% atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksinya.
i)     Perusahaan yg 50% atau lebih dr jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksinya merupakan anggota Dewan Komisaris BPR;
j)     Peminjam yg diberikan jaminan oleh pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i.

Bagaimana ketentuan BMPK dapat berimplikasi terhadap kehati-hatian bank?

  • Adanya ketentuan BMPK membuat bank membatasi plafon pemberian kredit  maupun penempatan deposito pada bpr lain berdasarkan besarnya modal yang dimiliki bank, aktiva produktif tidak terpusat pada beberapa debitur besar atau pada kelompok debitur, sehingga akan terjadi penyebaran risiko.

Bagaimana ketentuan PPAP bisa berimplikasi terhadap  kehati-hatian bank?

  • Keharusan membentuk PPAP sesuai kualitas aktiva produktif (kolektibilitas), semakin jelek kualitas aktiva produktifnya semakin besar PPAP yang harus dibentuk.
  • Setiap pembentukan PPAP akan menimbulkan beban PPAP yang secara langsung akan mengurangi laba bank atau bahkan berbalik menjadi kerugian apabila beban bank lebih besar dari pada pendapatan bank, sehingga dengan demikian bank akan selalu berusaha menjaga kualitas aktiva produktifnya, termasuk mendapatkan jaminan berupa agunan yang bernilai tinggi.
Upaya pengetatan peraturan kehati-hatian itu disampaikan oleh Deputi Senior BI, Anwar Nasution, Kamis (31/08) saat membantah sinyalemen BI akan menghentikan perdagangan rupiah di luar negeri. "Tidak benar Bank Indonesia akan menghentikan perdagangan rupiah di luar negeri setelah aturan transaksi valas di perbankan berjalan baik," ujar Anwar dalam siaran persnya.
"Kemampuan administratif Indonesia yang sangat terbatas dewasa ini menyebabkan Indonesia belum mampu untuk mengimplementasikan aturan yang membatasi internasionalisasi rupiah seperti itu," tambah Anwar.
BI akan terus mengkaji dan menggali segala alternatif atau upaya untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Upaya itu dilakukan terutama dengan mempersempit ruang gerak kegiatan spekulasi valuta asing.

Anwar menegaskan bahwa untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, BI menempuh kebijakan moneter secara berhati-hati melalui pengetatan likuiditas. Kebijakan itu dilakukan antara lain melalui mekanisme Operasi Pasar Terbuka. Selain itu juga dengan meningkatkan peran pengawasan dan pembinaan bank melalui pemantauan kegiatan operasional bank-bank, termasuk transaksi valas agar tetap mentaati peraturan prudential secara serius.
Aturan kehati-hatian itu adalah pembatasan Posisi Devisa Netto (Net Open Position) yaitu 20% dari modal bank untuk posisi on dan off balance sheet. Selain itu, juga termasuk pembatasan transaksiforward jual valas terhadap rupiah oleh bank kepada non residen, maksimum sebesar US$ 5 juta.

Enforcement untuk mendisiplinkan pasar itu terus dilakukan karena yang diinginkan adalah pasar yang tertib dan bukan tanpa aturan. Demikian pula, Bank Indonesia akan terus meningkatkan kualitas hasil monitoring kegiatan lalu lintas devisa yang saat ini telah menunjukkan perkembangan menggembirakan, terutama dari segi cakupan bank-bank yang telah melaporkan kegiatan lalu-lintas devisanya.
Dengan kualitas hasil monitoring yang lebih baik diharapkan akan dapat mendukung pemilihan kebijakan yang tepat dalam mempersempit ruang gerak spekulasi valas maupun kebijakan untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah secara keseluruhan.

Pengaturan Prinsip Kehati-hatian
Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur keharusan penggunaan prinsip kehati-hatian oleh perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya. Ketentuan dalam Pasal 2 tersebut tidak diubah oleh undang-undang perbankan yang baru, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Kemudian prinsip kehati-hatian itu diatur lebih lanjut dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 pada perubahan Pasal 29. Ketentuan Pasal 29 ayat (2) yang telah diubah mengatur bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, dan rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian.

Di dalam ayat (5) Pasal yang sama, diatur bahwa ketentuan mengenai kewajiban bank tersebut ditetapkan oleh BI . Artinya, BI diberi kewenangan untuk menetapkan pengaturan mengenai pelaksanaan kewajiban bank untuk melakukan usaha sesuai degan prinsip kehati-hatian.

Selain itu, BI juga diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan  terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Semua itu diberikan oleh undang-undang dalam rangka memastikan dilaksanakannya prinsip kehati-hatian oleh bank dalam menjalankan usahanya.


sumber :  hukumonline.com